Suku Dunia ~ Suku bangsa Simeuleu berdiam di lima kecamatan dalam Kabupaten Aceh Barat, yaitu di Kecamatan Simeuleu Timur, Simeuleu Barat, Simeuleu Tengah, Salang dan Teupah Selatan. Secara geografis daerah tersebut mencakup Pulau Simeuleu yang terletak di sebelah barat pantai Pulau Sumatera. Jumlah populasinya sekarang diperkirakan sekitar 60.000 jiwa.
Pada abad ke delapan belas Pulau Simeuleu dikenal dengan nama Pulau Ue (pulau kelapa), karena daerah ini banyak menghasilkan kelapa. Nama Simeuleu dalam bahasa Aceh berarti "cantik". Asalnya ketika seorang ulama Aceh datang ke pulau itu atas perintah sultannya, dalam perjalanannya ulama itu mengawini seorang gadis cantik anak seorang pemimpin penduduk aslinya. Karena itu pengaruh kebudayaan Aceh amat dominan dalam masyarakat ini. Pulau Simeuleu dikenal pula dengan nama Simalur atau Simalul.
Sumber Gambar : tempo.co |
Bahasa Suku Simeuleu
Bahasa Simeuleu dianggap salah satu dialek dari bahasa Aceh. Bahasa asli atau bahasa yang dianggap paling tua di masyarakat ini adalah bahasa yang disebut Sigulai. Sementara itu ada pula ahli yang menemukan beberapa variasi dialek lain dalam bahasa Simeuleu.
Mata Pencaharian Suku Simeuleu
Mata pencaharian utama mereka adalah bertani di ladang atau berkebun. Tanaman utamanya adalah kelapa, kopi, cengkeh, dan sebagian ada juga yang bertanam padi di sawah atau ladang. Sebagian lagi beternak kerbau, menjadi nelayan, pedagang kecil atau pengumpul hasil hutan. Dalam pertanian ini mereka masih menggunakan peralatan sederhana, seperti cangkul, dikeh (guru), parang, tuai (ani-ani), tembilang dan endok (lesung) untuk menumbuk padi. Begitu juga dengan mata pencaharian lain, umumnya masih menggunakan peralatan tradisional.
Kekeluargaan Suku Simeuleu
Rumah tangga orang Simeuleu biasanya hanya terdiri dari satu keluarga inti, dimana ayah menjadi kepala keluarga, sekaligus sebagai orientasi prinsip patrilineal yang mereka anut. Pasangan yang baru menikah akan tinggal di rumah orang tua pihak perempuan paling tidak satu tahun, atau setelah mereka memiliki anak pertama, sesudah itu baru membentuk rumah tangga sendiri. Adat uksorilokal ini oleh masyarakat disebut mengeneng adat.
Masyarakat Suku Simeuleu
Kesatuan hidup komunal setempat disebut kampung yang dikepalai oleh seorang keucik. Pada masa dulu kepala kampung ini dipanggil dengan gelar Datuk. Pemimpin tradisional lain adalah imeum meunasah (ulama) dan tuha peut (cerdik pandai). Beberapa kampung bergabung dalam satu kemukiman yang dikepalai oleh seorang kepala mukim. Setiap kemukiman juga mengenal pemimpin lain seperti imeum ciek atau imeum masihit (imam masjid).
Walaupun pada masa sekarang pelapisan sosial yang tajam tidak kentara, akan tetapi sisa-sisa pengaruh lama masih kelihatan dalam pengelompokan sosial mereka. Masih ada golongan raja-raja atau bangsawan yang dihormati masyarakat. Selain itu peran golongan ulama dan cerdik pandai juga masih dominan. Pada masa sekarang ada pula golongan ata kayo (orang kaya).
Kesenian Suku Simeuleu
Kesenian Simeuleu banyak dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat daratan Sumatera, seperti pengaruh Aceh dan Minangkabau. Kesenian nandong dan kumendang misalnya adalah tarian bersyair yang dipengaruhi oleh kesenian Minangkabau. Kesenian yang dipengaruhi Aceh misalnya seni nanga-nanga (tradisi lisan), tari-tarian seperti rapai dabus, tonjou, angguk, mincar, saramo dan angkun.
Agama Dan Kepercayaan Suku Simeuleu
Masyarakat Simeuleu pada masa sekarang sudah memeluk agama Islam sebagai kepercayaannya. Tetapi dalam kebudayaan mereka masih ditemukan upacara-upacara animisme, seperti pemakaian mantera-mantera lama dengan membakar kemenyan, misalnya untuk kegiatan pertanian yang disebut dengan upacara kenduri blang.
Referensi : Depdikbud 1989
loading...
0 Response to "Sejarah Suku Simeuleu Di Sumatera"
Post a Comment