Sejarah Suku Baduy Di Jawa Barat

Suku Dunia ~ Orang Baduy dianggap juga sebagai bagian dari suku bangsa Sunda, karena sebagian besar unsur budaya dan bahasanya sama dengan kebudayaan Sunda. Masyarakat Baduy sendiri terbagi kepada dua kelompok, yaitu kelompok Baduy dalam yang disebut juga Urang Kejeroan, dan kelompok Baduy luar yang disebut juga Urang Kaluaran atau Urang Panamping.


Kampung orang Baduy dalam hanya ada tiga buah dan semuanya terletak di wilayah tanah adat yang mereka sebut sebagai taneuh larangan (tanah larangan), yaitu kampung Cikeusik, Cikartawana dan Cibeo. Kelompok Kaluaran mendiami kampung-kampung yang berada di luar tanah larangan, seperti Cibengkung, Kaduketug dan Curugseor. Perkampungan orang Baduy Dalam dianggap sebagai prototipe perkampungan masyarakat Sunda zaman dulu, yaitu memanjang di kedua sisi sebuah lapangan, lalu di kedua ujung lapangan itu terletak dua bangunan utama berhadap-hadapan, yang sebuah adalah bale (bangunan besar tempat menerima tamu), dan rumah sang pu'un (pemimpin spritual masyarakat Suku Baduy).

Penggunaan Bahasa Orang Baduy

Orang suku Baduy memakai bahasa Sunda dialek Rangkas yang dianggap sebagai bahasa Sunda Kasar, karena tidak memakai undak-usuk bahasa (gaya bahasa untuk membedakan golongan lawan bicara), tetapi ada tekanan dalam pengucapan untuk membedakan arti. Selain itu dalam bahasa ini orang Baduy amat mematuhi larangan memakai kata-kata buyut (tabu).

Mata Pencaharian Dalam Suku Baduy

Mata pencaharian utama masyarakat suku Baduy adalah berladang tebang dan bakar untuk menanam padi. Perladangan ini mereka sebut pahumaan (bertanam padi di huma atau ladang). Kesatuan kerja pengolah huma adalah keluarga inti. Mata pencaharian sambilan mereka adalah mencari kayu dan hasil hutan.

Hubungan Kekerabatan Dan Perkawinan Dalam Suku Baduy

Prinsip hubungan kekerabatan orang Baduy adalah bilateral, sungguhpun bentuk garis keturunan patrilinel kadang-kadang lebih dominan, ini nampak pada pemakaian nama ayah di belakang nama seseorang. Keluarga luas seperti klen atau marga pada masyarakat lain nampaknya pada orang baduy tidak terbentuk. Keluarga inti tinggal di rumah sendiri, sungguhpun pada awal masa perkawinan mereka tinggal di rumah orang tua pengantin perempuan.

Perkawinan adat pada orang Baduy Kajeroan (Dalam) dilakukan dihadapan pu'iun sehingga disebut juga upacara dijampe pu'un. Orang Baduy Panamping (Luar) yang umumnya beragama Islam melakukan akad nikah dihadapan penghulu agama Islam. Perkawinan yang amat diharapkan oleh masyarakat suku Baduy ini adalah perkawinan antar saudara sepupu, tetapi pengantin laki-laki syaratnya harus anak saudara lelaki tertua (kakak), syarat ini disebut ngorakeun kolot. Akibatnya ada perempuan yang terpaksa tidak kawin seumur hidup karena ibunya adalah anak yang tertua dalam kelaurganya.

Kemasyarakatan Dalam Suku Baduy

Pemimpin masyarakat suku Baduy secara adat dan spritual adalah seorang pu'un yang berkedudukan di wilayah kajeroan yang sering pula disebut tangtu atau Baduy Dalam. Disini terdapat tiga buah kampung yang penghuninya dianggap masih tetap menjalankan pola hidup asli. Masing-masing kampung dipimpin oleh seorang kepala yang disebut kolot. Daerah Baduy luar atau Panamping terdiri atas 39 buah kampung atau babakan (kelompok perumahan), masing-masing juga dipimpin oleh seorang kolot atau kokolot. Selain Kajeroan dan Panamping sebenarnya ada pula wilayah orang Baduy yang dianggap setingkat di bawahnya, yaitu daerah yang disebut dangkan. Penghuni Dangka dianggap sebagai orang yang sudah banyak meninggalkan ciri kehidupan Baduy dan sering melakukan pelanggaran religi. Ada dua buah dangka di wilayah Panamping dan tujuh buah di luarnya.

Penduduk dangka disebut juga kaum dangka. Semuanya tunduk kepada kepemimpinan pu'un di kajeroan. Pu'un dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh beberapa orang tangan kanan yang disebut seurat. Ada yang disebut girang seurat atau jaro tangtu yang bertugas mengatur keamanan kampung, mengurus perkawinan dan kematian warga. Ada pula yang disebut baresan, yaitu semacam dewan pertimbangan atau penasehat pu'un. Kemudian yang disebut parawari, yaitu petugas yang menyampaikan perintah langsung kepada warga kampung. Lalu yang disebut tangkesan, yaitu pembantu pu'un dalam pengobatan dan kegiatan magis lainnya. Pu'un hanya bisa diganti jika meninggal dunia atau tidak bisa lagi berperan dengan baik karena sudah terlalu tua, sakit, dan sebagainya. Penggantinya dipilih dari orang Baduy Dalam yang masih keturunan Pu'un, sudah berkeluarga, dan memiliki dukungan kakek moyang seperti diramalkan oleh tangkesan (ahli nujum).

Agama Dan Kepercayaan Suku Baduy

Orang Baduy menganut agama yang mereka sebut Sunda Wiwitan, yaitu kepercayaan yang mengakui agama Islam tetapi tidak menjalankan ibadahnya, sebaliknya tetap menjalankan kepercayaan dan memegang teguh adat istiadat aslinya. Mereka memuja Batara Tujuh dan roh kakek moyang yang mereka sebut karuhun atau wangatua atau para munggu. Selain itu juga memuja dewi padi (pohaci sanghyang asri).
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Sejarah Suku Baduy Di Jawa Barat Silahkan baca artikel Suku Dunia Tentang | Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Sejarah Suku Baduy Di Jawa Barat Sebagai sumbernya

0 Response to "Sejarah Suku Baduy Di Jawa Barat"

Post a Comment

Sejarah Suku Lainnya