Sejarah Suku Bangsa Arab Di Indonesia

Suku Dunia ~ Pada masa sekarang, orang Arab yang dapat dibedakan baik secara fisik maupun kebudayaan dengan orang yang tergolong suku bangsa asli makin sulit ditemukan. Termasuk dalam membedakan orang Arab warga negara asing dengan orang Arab warga negara Indonesia, apalagi dengan orang Arab yang telah membaur ke dalam suku-suku bangsa lain. Menandai orang Arab dengan melihat warna kulit semata, ternyata tidak tepat, karena selain memiliki warna kulit agak gelap, di antara mereka juga ada yang memiliki kulit yang lebih terang, sebagian malah memiliki ciri-ciri fisik seperti penduduk setempat di beberapa daerah keturunan pembauran Arab dan penduduk asli lebih suka mengidentitaskan diri sebagai warga suku bangsa setempat, seperti di kalangan orang Aceh, Ambon, Jawa, Gorontalo, Ternate, dan sebagainya.


Walaupun begitu sebagian besar orang Arab yang menjadi warga negara Indonesia tetap memiliki adat istiadat sendiri yang membedakan mereka dari suku-suku bangsa lain. Dalam pandangan masyarakat umum "Arab adalah Islam", dan pemahaman orang Arab yang beragama Islam sendiri tentang Arab dan Islam sangatlah beragam. Orang Islam Indonesia mungkin belajar banyak tentang agama Islam, akan tetap pengetahuan mereka tentang orang Arab dan kebudayaannya boleh dikatakan amat sedikit. Karena itu, entri khusus ini sengaja disusun untuk memperluas pemahaman kita mengena orang Arab di Indonesia.

Menurut banyak ahli, umumnya orang Arab yang berdiam di Indonesia berasal dari Hudramaut, sebuah daerah pesisir di Tanah Arab paling selatan, yaitu di Yaman sekarang. Kedatangan mereka ke Indonesia umumnya untuk berdagang, menjual barang-barang jadi dan membeli rempah-rempah. Kontak dagang itu sendiri telah berlangsung sejak dulu kala, jauh sebelum kedatangan bangsa eropa. Perjalanan dagang orang Arab itu tidak semuanya langsung mencapai Indonesia, ada juga yang datang melalui Gujarat (pesisir barat India), atau telah lebih dulu menetap beberapa keturunan di Bombay.

Di daerah asalnya, mereka sebenarnya juga terbagi menjadi berbagai suku bangsa (qabilah) dan perkauman, serta tergolong ke dalam beberapa lapisan sosial. Identitas kesukubangsaan dan pelapisan sosial tersebt paling mudah dikenal dari nama kaum atau hamula (kelompok kekerabatan). Karena itu bagi masyarakat Arab nama kaum sangat penting artinya. Kelompok kekerabatan ditelusuri sampai kepada tokoh cikal bakal. Dengan demikian orang Arab dapat menelusuri identitas dirinya sejak dari keturunan siapa ?, sub-qabilah apa ?, dan akhirnya dari keluarga (klan) siapa ?. Menurut kebudayaan Arab, nama keluarga seseorang adalah berdasarkan garis laki-laki (patrilineal).

Masyarakat Arab di Hudramaut mengenal beberapa pelapisan sosial. Pertama adalah golongan Baalwe atau Al Alwe yang terdiri dari sayid (tuan) dan syarif (orang yang terhormat). Gelar Sayid biasanya digunakan oleh orang-orang yang merasa masih keturunan Husin, sedangkan gelar Syarif digunakan oleh orang-orang yang merasa masih keturunan Hasan. Untuk anak perempuan dari golongan pertama ini dibei gelar Syarifah. Husin dan Hasan adalah cucu Nabi Muhammad dari anak perempuan Fatimah. Golongan ini umumnya berperan dalam bidang keagamaan, perdagangan dan politik. Di Indonesia yang tergolong dalam lapisan ini antara lain keturunan Sekh Abu bakar, Al Idrus, Al Atas, Al Ahbsyi, dan Al Haddad dan sebagainya.

Kedua, adalah golongan Al Qabail (yang memanggul senjata), yaitu lapisan yang menjadi pemimpin qabilah, penguasa, dan sultan-sultan. Karena kekuasaannya, golongan ini sering lebih menonjol dari pada golongan pertama. Kelompok kekerabatan yang tergolong lapisan ini antara lain, Al Kethiri, Al Fas, Al Faris, Al Makarim, Al Jabri, Bin Thalib, Bin Mari, Bin Badar, Bin Khamis dan sebagainya.

Ketiga, adalah golongan Masyaik atau Masikh yang merupakan orang-orang yang mempunyai keahlian dalam ilmu pengetahuan, khususnya keagamaan. Di Indonesia antara lain termasuk keturunan dari Keluarga Al Bafathol, Al Hawazir, Al Amudi, Al Ishak, Al Bajabir, Bin Afif, dan seterusnya. Keempat, adalah golongan Al Qerwan, yang biasanya terdiri dari kelompok keluarga yang memiliki keterampilan khusus, seperti tukang kulit, tukang besi, tukang kayu, tukang emas dan sebagainya. Kelima adalah golongan Al Khertan atau para petani.

Di Indonesia sendiri penggolongan di antara sesama mereka lebih ditentukan oleh penyesuaian diri, yaitu adanya golongan yang menganggap asal-usulnya masih "murni" dan golongan yang terlahir dari perkawinan laki-laki Arab dengan wanita setempat. Pada zaman dulu para pedagang itu tidak ada yang membawa istri dari negeri sendiri. Golongan pertama disebut walaiti, dan golongan peranakan disebut muwallad. Golongan kedua ini sering dianggap rendah oleh golongan pertama, karena memiliki darah keturunan pribumi. Akan tetapi golongan kedua inilah yang paling mau berbaur dengan penduduk setempat, sehingga kedudukan sosial orang Arab lebih mudah diterima dari pada suku bangsa keturunan asing lain.

Perkembangan sosial masyarakat Indonesia sendiri juga mempengaruhi identitas diri keturunan Arab, pelapisan sosial yang tajam seperti di Hadramaut tidak mungkin lagi dikembangkan disini. Pergerakan dan kebangkitan nasionalisme Indonesia mempengaruhi pula sikap sosial mereka, sehingga mendorong timbulnya semacam gerakan modernisme Arab Indonesia. Salah satu hasilnya adalah penyempitan golongan keturunan Arab menjadi dua, yaitu golongan Ba-alwe atau Al Alwe dan golongan Al Irsyad yang menyebut diri mereka Irsyadin. Sebenarnya kedua golongan ini masih tetap mencerminkan pengelompokkan berdasarkan keturunan, dimana golongan pertama merasa sebagai keturunan Nabi, dan yang kedua menganggap diri sebagai keturunan Arab yang lebih terbuka dan moderat. Dalam kehidupan sehari-hari hubungan antara kedua golongan ini tidak dapat dikatakan harmonis, karena adanya sikap mengagungkan kemurnian keturunan yang cukup ketat. Dapat diduga, bahwa perkawinan antar kedua golongan ini tidak mudah terjadi.
Karena ikatan kekerabatan sangat penting artinya bagi keturunan Arab, maka bentuk keluarga yang terjadi tetap cenderung keluarga luas terbatas, di mana keluarga batih (ahlel) junior lebih suka tinggal bersama dalam lingkungan rumah tangga senior (ahlel bet). Pada keturunan Aran di Pekalongan misalnya pengertian ahlel dapat berarti keluarga batih (terdiri dari ayah ibu dan anak-anak yang belum kawin), dapat pula berarti keluarga luas atau famili atau kesatuan saudara dekat. Termasuk ke dalam saudara dekat adalah mereka yang berasal dari satu kakek moyang yang sama dan masih saling kenal mengenal, dari sudut garis keturunan laki-laki saja. Tapi dalam banyak kasus keturunan dari pihak wanita sampai dua generasi ke bawah juga dapat digolongkan ke dalam "keluarga" ini.

Menurut adat orang Arab di Indonesia perkawinan yang ideal adalah antara seorang laki-laki dengan gadis anak saudara perempuan ayah, sehingga cenderung untuk bersifat endogami klan (kawin dalam lingkungan keluarga luas sendiri). Akan tetapi sebagian orang Arab sekarang lebih suka mengembangkan hubungan kekerabatan melalui perkawinan keluar klan, yang sebenarnya berarti mempererat hubungan sesama keturunan Arab.

Orang Arab di Indonesia umumnya dikenal sebagai pedagang, tapi nampaknya tidak terlalu ekspansif seperti orang Cina. Mereka lebih dikenal sebagai pedagang atau pengusaha tekstil, rempah-rempah, pekayuan dan permata. Kemampuan berbaur mereka yang cukup tinggi menyebabkan corak pekerjaan generasi Arab Indonesia sekarang jauh lebih beragam, sehingga dapat merambat ke dalam pekerjaan politik, teknorat dan birokrasi.

Referensi : Achmad 1977, Shahab 1975, Noer 1973
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Sejarah Suku Bangsa Arab Di Indonesia Silahkan baca artikel Suku Dunia Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Sejarah Suku Bangsa Arab Di Indonesia Sebagai sumbernya

0 Response to "Sejarah Suku Bangsa Arab Di Indonesia"

Post a Comment

Sejarah Suku Lainnya