Suku Dunia ~ Orang Mentawai mendiami Kepulauan Mentawai, yang terdiri dari Pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Secara administratif kepulauan ini adalah bagian dari Provinsi Sumatera Barat. Bahasa Mentawai merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia yang terbagi ke dalam beberapa dialek, seperti dialek Simalegi, Sekudai, Sikalagan, Silabu, Taikaku, Saumanganya dan lain-lain.
Sebelum masuknya pengaruh kebudayaan luar pada setengah abad yang lalu masyarakat Mentawai masih hidup dalam taraf peradaban neolitik. Mata pencaharian utama mereka dari meramu sagu dan berburu. Peralatan mata pencaharian dan kesejahteraan hidup lain seperti kapak dan beliung dibuat dari batu, itu pun diperoleh dari pedagang luar yang singgah untuk membeli hasil hutan mereka. Setelah pendatang makin banyak barulah mereka memperoleh peralatan dari besi. Pakaian mereka amat sederhana, laki-laki memakai kambi (cawat dari kulit kayu) dan wanitanya memakai semacam rok dari anyaman serat pohon pisang. Akan tetapi mereka sudah sejak lama mengembangkan busana cacah tubuh (tato) yang spesifik. Namun pada masa sekarang ciri-ciri kehidupan seperti di atas sudah hampir hilang.
Mata Pencaharian Suku Mentawai
Makanan pokok orang Mentawai adalah sagu, keladi, dan pada masa sekarang juga beras, dengan lauk pauk berupa ikan, berbagai jenis burung dan babi hutan yang diburu. Untuk keperluan hidup sehari-hari seperti pakaian, bahan bakar, tembakau, barang-barang dari besi, bahan bangunan, beras garam dan keperluan harian umumnya didatangkan oleh pedagang luar dari kota Padang. Barang keperluan itu mereka tukar dengan hasil hutan seperti rotan, manau, kayu, cengkeh, kopra dan lain-lain.
Masyarakat Suku Mentawai
Masyarakat ini dalam keadaan asalnya hidup dalam kesatuan sosial ekonomi yang sederhana, berdasarkan persamaan derajat, tidak ada kelompok pemimpin dan budak di kalangan mereka. Tanah mereka cukup subur dan kaya, makanan pokok tinggal mengambil saja dari hutan mereka yang berawa-rawa. Mereka hidup mengelompok pada pemukiman yang mereka sebut uma, yaitu istilah untuk kelompok pemukim dan tempat pemukiman itu sendiri. Uma biasanya berupa sebuah rumah tradisional yang besar dan bisa dihuni oleh beberapa keluarga batih menurut garis keturunan ayah. Di dekat uma didirikan beberapa lalep, yaitu rumah keluarga yang perkawinan mereka belum resmi.
Setiap laki-laki mengambil istri dari uma tetangganya. Kalau seorang suami meninggal maka jandanya kembali ke uma asalnya. Setiap uma dipimpin oleh seorang tokoh senior yang disebut rimata. Biasanya ia dipilih di antara laki-laki dewasa yang bijak dan berpengalaman, tetapi ada juga yang berdasarkan keturunan. Rimata sebenarnya adalah pemimpin adat uma itu sendiri. Hubungan antara satu uma dengan uma lain dijaga dengan mengadakan ikatan perkawinan. Kalaupun ada tokoh yang dianggap sebagai pelopor biasanya adalah orang yang ahli di bidangnya, dan tidak harus orang tua berpengalaman.
Kepemimpinan yang agak jelas nampak dalam kehidupan religi. Upacara-upacara tradisional cukup banyak ragamnya dan semuanya itu dipimpin oleh seorang kerei atau sikerei (dukun). Masyarakat Mentawai yakin bahwa semua benda di alam mempunyai sumangat (roh), dan kekuatan alam yang terselubung secara keseluruhan itu mereka sebut kina ulau. Setiap roh saling bereaksi dan mempengaruhi satu sama lain. Kekuatan terselubung dalam sebuah benda yang bisa mengganggu manusia mereka sebut bajao. Karena itu dalam waktu-waktu tertentu mereka harus mengadakan upacara pembersihan uma yang mereka sebut upacara pulaijat. Upacara itu berlangsung sampai satu minggu atau lebih. Selama itu mereka terkena aturan punen, yaitu ritus pelarangan mengerjakan tabu yang berkaitan dengan pulaijat.
Sikerei sebagai pemimpin kegiatan religi tidak terikat pada kelompok uma asalnya, tapi dapat dipanggil untuk memberikan pengobatan di uma yang lain. Perolehannya sebagai balas jasa mengobati orang lain akan dibagi-bagikannya kepada sesama anggota uma asalnya.
Baca juga Sejarah Suku Baduy
Kesenian Suku Mentawai
Orang Mentawai senang menari. Bagi mereka tari-tarian merupakan perlambangan dari gerak alam sekitarnya. Musik pengiring adalah beberapa buah gendang dan gong yang mereka peroleh dari pendatang.
Referensi : Persoon and Schefold 1985, Depdikbud 1989, Loeb 1972, Lebar 1964
loading...
0 Response to "Sejarah Suku Mentawai"
Post a Comment