Suku Dunia ~ Suku Kantu berdiam di sekitar hulu sungai Kapuas dan anak Sungai Kapuas, di Provinsi Kalimantan Barat. Jumlah populasinya sekitar 3.000 jiwa. Mereka tersebar di wilayah Nanga Kantuk dan Semitau, di Kabupaten Sanggau. Sebagian lain berdiam di wilayah Kabupaten Sintang, di sebelah utara daerah aliran Sungai Kapuas, sampai ke daerah perbatasan dengan Serawak.
Mata Pencaharian Suku Kantu
Mata pencaharian mereka bercocok tanam padi dan sayur-sayuran di ladang. Selain itu juga mereka menanam karet dan lada untuk dijual, dan hasilnya untuk membeli pakaian, garam, ikan dan tembakau. Berburu dan menangkap ikan sering pula mereka lakukan, binatang buruannya biasanya babi hutan, rusa dan pelanduk.
Kekerabatan, Kekeluargaan Dan Kemasyarakatan Suku Kantu
Orang Kantu hidup dalam kesatuan komunitas kampung-kampung, ditandai oleh adanya bangunan tempat tinggal bersama (rumah komunal) yang disebut dengan rumah panjang atau rumah tegoh. Rumah panjang ini berstruktur multikeluarga permanen yang terletak di pusat wilayah pemukiman. Selain itu mereka membangun gubuk di ladang sebagai tempat tinggal selama musim tanam. Selain rumah tegoh ada lagi rumah panjang lain yang disebut dampa. Dampa memiliki konstruksi yang lebih sederhana dengan ukuran lebih kecil dan dengan muatan keluarga yang lebih sedikit pula.
Setiap kampung dipimpin oleh seorang kepala kampung dan pembantunya yang disebut kebayan. Selain itu ada pula tokoh-tokoh pemimpin informal yang disebut puun rumah, yaitu keluarga yang memegang tiang pertama ketika rumah panjang itu dibuat, keluarga paling tua (bilek tuai), dan dukun (nanang). Orang Kantu memiliki sikap egalitarisme yang kuat, sehingga wewenang seseorang atau keluarga tertentu relatif kecil, yang lebih penting adalah wewenang keseluruhan warga.
Masalah-masalah penting diselesaikan melalui musyawarah (pekat) di ruang terbuka. Semua pria dewasa wajib datang ke rapat ini dan wanita tetap berada dalam bilek. Akan tetapi mereka bisa ikut berpartisipasi dengan meneriakan pendapat dari bilek atau muncul sejenak ke serambi. Apabila terjadi pelanggaran adat maka pengadilan rumah panjang mengharuskan pihak yang bersalah mengorbankan seekor babi atau lebih kepada dewa-dewi.
Dalam kegiatan perladangan mereka biasa mengadakan kerja saling tolong, misalnya dalam rangka menebang hutan, menanam bibit padi, menyiangi, memanen, dan mengangkut hasil panen. Kerja sama ini mereka sebut bertolong atau berimpoh. Ada pula kerja sama yang disebut bedurok, artinya tenaga kerja itu diganti secara ketat berdasarkan hari kerja. Kompensasi yang lebih ketat lagi ditemukan pada cara bekuli, karena imbalannya berupa padi atau uang.
Setiap kampung dipimpin oleh seorang kepala kampung dan pembantunya yang disebut kebayan. Selain itu ada pula tokoh-tokoh pemimpin informal yang disebut puun rumah, yaitu keluarga yang memegang tiang pertama ketika rumah panjang itu dibuat, keluarga paling tua (bilek tuai), dan dukun (nanang). Orang Kantu memiliki sikap egalitarisme yang kuat, sehingga wewenang seseorang atau keluarga tertentu relatif kecil, yang lebih penting adalah wewenang keseluruhan warga.
Masalah-masalah penting diselesaikan melalui musyawarah (pekat) di ruang terbuka. Semua pria dewasa wajib datang ke rapat ini dan wanita tetap berada dalam bilek. Akan tetapi mereka bisa ikut berpartisipasi dengan meneriakan pendapat dari bilek atau muncul sejenak ke serambi. Apabila terjadi pelanggaran adat maka pengadilan rumah panjang mengharuskan pihak yang bersalah mengorbankan seekor babi atau lebih kepada dewa-dewi.
Dalam kegiatan perladangan mereka biasa mengadakan kerja saling tolong, misalnya dalam rangka menebang hutan, menanam bibit padi, menyiangi, memanen, dan mengangkut hasil panen. Kerja sama ini mereka sebut bertolong atau berimpoh. Ada pula kerja sama yang disebut bedurok, artinya tenaga kerja itu diganti secara ketat berdasarkan hari kerja. Kompensasi yang lebih ketat lagi ditemukan pada cara bekuli, karena imbalannya berupa padi atau uang.
loading...
0 Response to "Sejarah Suku Kantu Di Kalimantan Barat"
Post a Comment